Kamis, 14 Februari 2013

Rasa Yang Abadi (lanjutan)

Menjadi seorang anak broken home tidak mudah bagiku, terkadang aku iri dengan mereka yang memiliki keluarga yang utuh. Aku ingin sekali semua kembali, ayah, ibu, aku dan adikku berkumpul menjadi satu. Tapi aku tau itu mustahil. Ayahku telah bahagia dengan istrinya yang baru dan ibuku sudah menutup hatinya untuk ayahku. Jujur aku merindukan ayahku, tapi jika aku ingat periswa saat ayahku meninggalkan keluargaku semua kerinduan itu berubah menjadi benci.
     Suatu hari hal yang tak pernah aku inginkan terjadi, ibuku sakit keras dan akhirnya dia meninggalkan aku dan adikku. Aku semain putus asa terhadap hidupku. Tak lama kepergian ibuku aku memutuskan untuk berhenti sekolah, aku memilih untuk bekerja sebagai kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhanku dan adikku. Jujur aku lelah, lelah terhadap hidupku. Aku sempat berfikir untuk mengakhiri hidup, tapi fikiran itu hilang setelah aku melihat adikku. Aku disini tidak sendiri, aku memiliki seorang adik. Tiara namanya, dia gadis cantik dan pandai. Sekarang dia sudah kelas 3 smp. Dialah penyemangat buatku.

(bersambung)

Rasa Yang Abadi

     Derasnya hujan disore itu masih menemani kesendirianku, airmataku pun kini mulai menetes perlahan membasahi pipiku. Aku masih ingat saat itu, saat aku memiliki seorang wanita yang kusebut sebagai istriku. Huft, namun itu adalah masa lalu 2 tahun silam. Waktu memang berlalu begitu cepat, tapi kenangan itu takkan bisa kulupakan secepat waktu berlalu. Bahkan mungkin, takkan pernah bisa waktu membuat aku melupakan kenangan itu.
       Pada saat itu aku adalah seorang lelaki yang tidak mempunyai tujuan hidup. Aku merasa bahwa hidupku sudah sia-sia. Dahulu aku adalah seorang anak dari keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai staff disebuah perusahaan ternama dan ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga. Lambat laun keluargaku mengalami peningkatan dalam ekonomi. Ayahku diberi kepercayaan oleh perusahaannya untuk menjadi seorang manager. Namun peningkatan jabatan yang diberikan perusahaan terhadap ayahku membuat ayahku gelap mata. Dia meninggalkan keluargaku demi seorang wanita penggoda. Akhirnya keluargaku mencoba bertahan meski tanpa ayahku. Aku cukup bangga terhadap ibuku, karna tanpa ayahku ternyata ibuku mampu menyekolahkan aku dan adikku.

(bersambung)